“Polarimeter”
II.
TUJUAN
PERCOBAAN
Untuk mengetahui bidang polarisasi dan
mengukur besarnya sudut putar larutan sukrosa dan
fruktosa.
LANDASAN TEORI
Berbagai struktur transparan tidak simetris memutar
bidang polarisasi radiasi. Materi tersebut dikenal sebagai zat optik aktif,
misalkan kuarsa, gula, dan sebagainya. Pemutaran dapat berupa dextro-rotary (+)
bila arahnya sesuai dengan arah jarum jam atau levo-rotary (-) bila arahnya
berlawanan dengan jarum jam. Derajat rotasi bergantung pada berbagai parameter
seperti jumlah molekul pada lintasan radiasi, konsentrasi, panjangnya pipa
polarimeter, panjangnya gelombang radiasi dan juga temperatur. Rotasi spesifik
didefinisikan sebagai [α]t = , di mana α adalah sudut bidang cahaya
terpolarisasi dirotasi oleh suatu larutan dengan konsentrasi c gram zat
terlarut per mL larutan, pada suatu bejana dengan panjang d desimeter. Panjang
gelombang yang umumnya dispesifikkan adalah 590 nm, berupa garis spektrum
natrium (Khopkhar,2008 : 302).
Polarisasi merupakan proses mengurung vibrasi
vektor yang menyusun gelombang transversal menjadi satu arah. Dalam
radiasi tak terkutubkan, vektor berosilasi ke semua arah tegak lurus pada arah
perambatan. Polarisasi cahaya merupakan vektor gelombang cahaya ke satu arah.
Dalam cahaya tak terpolarisasi, medan listrik bervibrasi ke semua arah, tegak
lurus pada arah perambatan. Sesudah dipantulkan atau ditransmisikan melalui zat
tertentu, maka medan listrik terkurung ke satu arah dan radiasi dikatakan
sebagai cahay terkutub –bidang. Bidang cahaya yang terkutub-bidang dapat
diputar bila melewati zat tertentu (dantith, 1990 : 342-343).
Menurut Soekardjo (2002 :430) polarisasi dapat dibagi
menjadi dau , yaitu :
1.
Polarisasi
konsentrasi yang disebabkan oleh perubahan konsentrasi di sekitar elektrode.
2.
Polarisasi
overvoltage atau tegangan lebih yang disebabkan oleh jenis elektrode dan proses
yang terjadi di permukaan.
Gelombangcahaya
terpolarisasi terletak pada satu bidang yaitu bidang getar cahaya. Apabila
cahaya terpolarisasi dilewatkan pada larutan salah satu enansiomer, maka bidang
getarnya akan mengalami perubahan posisi, yaitu berputar ke arah kanan atau
kiri. Proses pemuutaran bidang getar cahaya terpolarisasi, yang untuk
selanjutnya disebut pemutaran cahaya terpolarisasi dinamakan juga rotasi optik,
sedangkan senyawa yang dapat menyebabkan terjadinya pemutaran cahaya
terpolarisasiitu dikatakan mempunyai aktivitas aptik (Poedjiadi, 1994 : 16).
Rotasi spesifik
suatu senyawapada suhu 20 oC dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Dalam rumus
tersebut
=
rotasi spesifik menggunakan cahaya D natrium pada suhu 20 oC.
= sudut rotasi yang diamati pada polarimeter
l
= panjang sel dalam dm
c
= konsentrasi larutan dalam gram/mL
apabila rotasi
spesifik telah diketahui dari tabil yang telah ada, maka dengan rumus di atas
dapat dihitung konsentrasi larutan. Analisis kuantitatif ini dilakukan dengan
menggunakan alat yang disebut polarimeter (Poedjiadi,1994 : 16-17).
Polarimeter adalah alat yang didesain untuk
mempolarisasikan cahaya dan kemudian mengatur sudut rotasi bidang polarisasi
cahaya oleh suatu senyawa aktif optis yang prinsip kerjanya didasarkan pada
pemutaran bidang polarisasi (Anonim, 2010).
Menurut Anonim (2010), besarnya
perputaran bidang polarisasi tergantung pada :
1.
Struktur
molekul
2.
Panjang
gelombang
3.
Temperatur
4.
Konsentrasi
5.
Panjang pipa
polarimeter
6.
Banyaknya
molekul pada jalan cahaya, dan
7.
Pelarut
Di industri
gula di Indonesia, polarimeter digunakan ada yang manual dan ada yang digital.
Yang manual menggunakan pengukuran sudut putar international suugar scale (ṡ), sedangkan
yang digital umumnya sudah menunjukkan ṡ atau ẑ (Anonim,2010).
Sukrosa (gula )
dapat terhidrolisis karena pengaruh asam atau enzim invertase, membentuk
glukosa dan fruktosa. Pada hidrolisis sukrosa terjadi pemmbalikan sedut
(inversi) dari pemutaran kanan menjadi pemutaran kiri. Sukrosa adalah pemutaran
kanan (putaran jenis +66,53), glukosa juga pemutaran kanan putaran jenis
+52,7), tetapi fruktosa adalah pemutaran kiri (putaran jenis -92,4), daya
pemutaran kiri fruktosa ternyata lebih besar dari daya pemutaran kanan glukosa.
Sukrosa
glukosa +
Fruktosa
+66,53
+52,7
-92,4
(Sumarno, 1994
: 80)
IV.
ALAT DAN BAHAN
A.
Alat-alat yang
digunakan :
1.
Polarimeter 1
set
2.
Gelas kimia 100
mL, 1 buah
3.
Labu takar 100
mL, 1 buah
4.
Timbangan/neraca
analitik
5.
Batang pengaduk
6.
Labu semprot
B.
Bahan-bahan
yang digunakan :
1.
Larutan sukrosa
5%, 10%, dan 15%
2.
Larutan
fruktosa 5%, 10%, dan 15%
3.
Aquades
4.
Tissue
V.
PROSEDUR KERJA
1.
Membuat laruan
sukrosa yang konsentrasinya 5 gram, 10 gram, dan 15 gram dalam 100 mL.
2.
Mengatur skala
sudut analyser sehingga menunjukkan ke keadaan gelap untuk pelarut yang
digunakan kebudian mencatat besarnya skala sudut 1
3.
mengganti
cairan dalam tabung dengan sampel 5 gram/100 mL. Jika analyser menjadi terang,
memutar analyser sedemikian rupa sehingga keadaan gelap diperoleh kembali
(mencatat skala analyser 2
4.
mengulangi
langkah 3 untuk sampel 10 dan 15 gram / 100 mL.
VI.
HASIL
PENGAMATAN
Tabel pengamatan
Sampel
|
Sudut
Polarisasi
|
1.
Aquades
2.
Sukrosa 5%
3.
Sukrosa 10%
4.
Sukrosa 15%
5.
Fruktosa 5%
6.
Fruktosa 10%
7.
Fruktosa 15%
|
16,49 (L)
10,29 (D)
6,17
(L)
5,15
(L)
25,73 (L)
31,85 (L)
44,35 (L)
|
VII.
VIII. PEMBAHASAN
Percobaan polarimetri ini dilakukan
untuk mengetahui besarnya sudut putar (polarisasi) suatu larutan sukrosa dan
fruktosa pada konsentrasi yang berbeda-beda dengan menggunakan polarimeter.
Prinsip kerja dari polarimeter yaitu berkas sinar yang masuk akan diteruskan
oleh polarizer dallam berbagaibentuk sinar terpolarisasi, dimana berkas sinar
yang masuk akan diteruskan ke analizer.
Pada percobaan ini, hal pertama yang
dilakukan yaitu mengukur sudut putar dari air (aquades) yang dijadikan sebagai
larutan blanko. Air digunakan sebagai larutan blanko karena air tidak dapat
memutar bidang polarisasi. Adapun sudut polarisasi air yaitu 16,49. Selanjutnya
dilakukan pengukuran sudut putar dari larutan sampel berupa sukrosa dan
fruktosa denngan konsentrasi yang berbeda-beda. Bila cahaya dilewatkan ke dalam
laruutan sukrosa dan fruktosa, maka cahaya akan dibelokkan dengan sudut putar
tertentu. Adanya prisma nikol dalam polarimeter, separuh dari berkas cahaya
hasil polarisasi tampak sebagai bayangan gelap, sedangkan berkas cahaya yang
separuh lagi melintas melalui jendela pelindung dan sam[pel kemudian melalui
analizer nikol untuk sampai pada mata pengamat. Dari hasil percobaan, diketahui
bahwa larutan sukrosa dan fruktosa dengan konsentrasi berbeda-beda mampu
memutar cahaya terpolarisasi. Hal ini menandakan bahwa laruutan sukrosa dan
fruktosa memiliki atom C asimetri (atom C yang mengikat empat gugus yang
berbeda-beda), sehingga dapat dikatakan kedua larutan tersebut mempunyai sifat
optis aktif 9aktivtas optik).
Hal penting yang harus diperhatikan
pada percobaan ini yaitu pada pengisian tabung (kuvet) tidak boleh menghasilkan
gelembung udara, sebab gelembung udara tersebut membentuk cekungan pada larutan
sehingga dapa mempengaruhi intensitas cahaya yang terpolarisasi, akibatnya
berpengaruh pada besarnya sudut putar suatu sampel. Besarnya sudut putar suatu
sampel bergantung pada jenis senyawa, suhu panjang gelombang cahaya
terpolarisasi dan konsentrasi. Akan tetapi pada percobaan ini hanya ingin
diketahui pengaruh konsentrasi terhadap besarnya sudut putar dari larutan
sukrosa dan fruktosa.
Dari hasil pengukuran diperoleh bsarnya
sudut putar dari sukrosa 5%, sukrosa 10%, dan sukrosa 15% masing-masing sebesar
67,39:67,01: dan 66,70. Sedangkan untuk besarnya sudut putar dari fruktoa 5%,
fruktoa 10%, dan fruktoa 15% masing-masing sebesar 92,4:92,53 dan 92,86. Data
menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan sukrosa maka sudut putarnya
semakin kecil. Sedangkan semakin besar konsentrasi larutan fruktosa maka sudut
putarnya semakin besar pula. Adanya perbedaan ini disebabkan karena adanya
perbedaan putaran atau arah putarnya. Arah putan sukrosa yaitu ke kanan shingga
diberi tanda (+) atau D(dextro) dan arah putaran sukrosa yaitu ke kanan
sehingga diberi tanda (-) atau L(levo).
IX.